Ketika Duniaku Terasa Gelap Majalah ”Our Daily Bread¡” edisi bulan Mei 1992 menyajikan sebuah kisah menarik yang aku yakin bisa dipetik maknanya. Dikisahkan bahwa di suatu tempat terjadilah perang yang panjang, yang memakan kurun waktu tiga puluh tahun. Dan di daerah tersebut ada seorang pendeta yang berasal dari Jerman yang bernama Paul Genhardt yang diutus untuk melayani tempat itu. Namun ketika terjadi peperangan, Genhardt dan keluarganya dipaksa untuk meninggalkan rumah tempat tinggalnya. Mereka terpaksa melarikan diri dan tinggal di sebuah kampung kumuh, hidup dalam sebuah gubuk kecil. Suatu malam isterinya tak mampu menahan kepedihan yang dating mencekam, dan menangis sejadi-jadinya. Pendeta Genhardt hanya bias menghibur dengan mengutip kata-kata dari Kitab Suci, yakni bahwa Allah tak akan meninggalkan mereka berjalan sendirian dalam kegelapan seperti itu. Allah pasti berjalan bersama mereka, Allah pasti melindungi mereka. Namun ketika Genhardt ke luar meninggalkan gubuk itu, iapun dilanda kepedihan yang tak terkatakan. Kata-kata hiburan dari Kitab Suci yang diucapkannya untuk menghibur isterinya kini tak mampu menghibur dirinya. Iapun menangis sejadi-jadinya. Ia kini merasa seakan-akan sedang berada dalam kegelapan yang paling gelap dalam hidupnya. Namun justru di tengah situasi yang demikian Gerhardt tiba-tiba merasa seakan-akan bebannya telah dilepaskan. Ia merasa begitu ringan. Lebih dari itu ia merasa bahwa Tuhan sungguh hadir secara baru dan nyata kini dan di sini. Ia begitu tersentuh oleh kehadiranNya. Ia lalu mengambil sebatang pensil dan secarik kertas, dan menulis sebuah puisi yang menawan, sebuah puisi yang memberikan penghiburan dan kekuatan bagi banyak orang tat kala mereka sedang berada dalam kegelapan hidup. Aku ingin mencoba untuk menterjemahkan puisinya tersebut. Namun sebuah puisi yang diterjemahkan pasti tak seindah tulisan aslinya. Karena itu aku sertakan tulisan aslinya di sini. “Give to the winds thy fears; hope, and be undismayed; God hears thy sighs and counts thy tears; God shall lift up thy head. Through waves and clouds and storms He gently clears the way. Wait thou His time, so shall the night soon end in joyous day.” (Berikanlah segala ketakutanmu kepada angin semilir, berharaplah, dan janganlah ragu. Allah mendengarkan keluhanmu, dan menghitung setiap butir air matamu, Allah akan mengangkat kepalamu. Ia secara halus membimbing jalanmu di tengah ombak, di tengah kabut dan badai. Nantikan waktuNya, karena karena kegelapan malam akan berakhir dalam keindahan mentari pagi). Sering kali ketika kita memasuki kegelapan yang paling gelap dalam hidup kita, kita akan mengeluh dan mempersalahkan Tuhan karena Dia seakan tak berjalan bersama kita. Namun sesungguhnya pada saat seperti itulah Tuhan menyatakan diriNya secara baru dan secara lebih jelas kepada kita. Tuhan kadang menggunakan penderitaan dan kepedihan hidup kita hanya untuk mengatakan bahwa Dialah satu-satunya sumber kepada siapa kita harus bergantung, Dialah sumber satu-satunya yang memberikan kekuatan kepada kita. Dialah harapan kita. Dan...Apakah anda sedang ditantang oleh kerasnya hidup anda…..?? Kuatkanlah dirimu…!! Kuatkanlah hatimu….!! Letakkanlah segalanya dalam tangan Tuhan, dan sabarlah menanti saat yang tepat ketika Tuhan menyatakan diriNya. Karena yakinlah bahwa andapun akan bernyanyi dan bergembira, walau malam sungguh kelam. Karena bersama Tuhan, malam tak harus menjadi gelap.
Leave a Reply