Perkawinan
 
Mengapa dia meninggalkan aku........ ? 
Mengapa.......... ? 
Mengapa  semua ini harus terjadi  pada diriku .......? 
Mengapa .....? 
Wanita itu berseru dengan histeris. 
Dan kami yang berdiri di seputarnya memandangnya dengan terkejut. 
Sebelumnya, wanita itu hanya duduk di sudut dengan pandangan kosong. 
Selama sesi pertemuan itu, dia terus berdiam diri sambil menyaksikan 
tingkah laku kami semua. Kami yang sedang terlibat dalam diskusi 
hangat mengenai luka-luka batin. Mengenai kekecewaan dan 
kehancuran hidup berkeluarga, baik akibat adanya orang lain mau pun 
tidak. Kami semua tidak siap menghadapi situasi tersebut. 

Dia terus berteriak lalu menangis terisak-isak.
Beberapa diantara kami memeluknya dan menenangkan dia. 
Lalu kami berdoa bersama untuk menguatkan hatinya. 
Adakah yang salah dengan kehidupan berkeluarga di zaman modern ini ?  Adakah yang berubah dalam ikatan suatu pernikahan, dimana janji-janji perkawinan sedemikian mudah diingkari?. Mungkin tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebuah perkawinan adalah persatuan dua pribadi
yang unik ke dalam satu ikatan yang suci. 
Tetapi dua pribadi tetaplah dua pribadi dengan pola pikir dan 
tingkah laku masing-masing. 
Karena itu, suatu persatuan tidaklah
semudah mengucapkan kalimat: aku mencintaimu.
Tidak, tidak semudah itu.  Bagaimana pun tiap orang 
memiliki sifat tersendiri yang tidak mudah untuk berubah,
malah bisa dikatakan mustahil. Masing-masing individu  
tetaplah hidup dalam dunianya masing-masing. 
Dunia yang kadang asing bagi pasangannya. Karena itu,
perkawinan haruslah ditempuh dengan proses belajar terus menerus.
Dengan memakai intuisi dan logika. 

Tidaklah mungkin suatu perkawinan dihidupi hanya oleh
 perasaan cinta belaka. Ada perbedaan dalam tingkah laku. 
Ada perbedaan dalam situasi lingkungan keluarga masing-masing. 
Ada perbedaan dalam menghadapi situasi sulit yang dialami.
Karena itu, pasangan-pasangan suami istri harus 
terus menerus belajar untuk menyesuaikan diri dan 
tidak hanya berharap bahwa proses  penyesuaian itu
 hanya harus dilakukan oleh satu pihak saja. 
Hal itu hanya akan menimbulkan kekecewaan, 
apatis dan rasa bosan terutama jika menghadapi rutinitas hidup 
sehari-hari. Tidak heran bahwa, ketika salah satu individu
 mengalami hal-hal yang lain, hal-hal dan suasana yang 
berbeda sama  sekali dengan keadaan lingkungan hidup 
keluarganya yang terasa membosankan baginya, dia akan menghadapi 
suatu godaan luar biasa untuk menceburkan diri dalam perselingkuhan 
itu. 
Atau malah menghancurkan keluarganya  sendiri.
Jelas, dia bersalah tetapi apakah kesalahan itu mutlak ? 
Tidak mudah untuk menjawabnya. Barangsiapa di antara kamu
tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu
kepada perempuan itulah yang dikatakan Yesus ketika 
orang-orang Farisi datang membawa seorang  wanita yang 
kedapatan berzinah padaNya. Memang tidak mudah untuk  menjawab,
apalagi untuk mendakwa kesalahan seseorang, 
ketika terjadi kemelut dalam suatu keluarga. 
Tetapi, bagaimana pun, setiap perkawinan terlaksana dalam 
suatu ikatan suci dan karena itu kedua individu wajib untuk 
memelihara kesucian itu demi iman kepada Kristus sendiri.
Untuk itulah maka menjalani kehidupan bersama harus terus menerus
berlangsung dalam proses untuk saling memahami, 
saling berbagi dan terutama saling mengalah.

Menjalani hidup dengan proses untuk belajar tanpa akhir. 
Dengan demikian, maka harapan tetap akan menyala dalam ikatan suci 
itu. Pengurbanan memang diperlukan dalam kehidupan bersama dan
jelas bahwa yang berkurban haruslah dua belah pihak. 
Ingatlah bahwa Kristus sendiri telah mengurbankan dirinya
untuk kita bahkan sampai mati di kayu salib.
Maka mengapa kita lalai untuk mengikuti jejakNya ? 
Wanita itu masih tersedu-sedu. Wajahnya kusut. 
Dengan sedih aku memandangnya. Entah dimana pun suaminya saat ini,
aku mengharapkannya untuk berpikir ulang mengenai janji perkawinan 
mereka di hadapan altar suci Tuhan. 

Apakah semuanya harus sia-sia? Apakah sakramen perkawinan yang
telah kalian ikrarkan bersama dahulu samasekali tidak bermakna lagi ? Tidak  adakah yang mau berkurban demi cinta sama seperti Kristus sendiri telah berkurban demi kita? Saya berjanji akan tetap setia kepadanya dalam untung dan malang, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur  hidup.. kemanakah gaungnya kini ? Lalu, jika begitu, apakah penderitaan Kristus telah menjadi tak berarti sama sekali? Biarkanlah Tuhan sendiri yang mengetahui siapa yang bersalah tetapi beranilah berkurban untuk Dia. Jadilah terang bagi keluargamu dan bagi lingkunganmu serta seluruh dunia dan renungkanlah kembali masa-masa indah bersamanya dulu. Waktu tidak akan menunggu. Waktu terus berlalu. Siapa tahu kelak, penyesalan akan memburu hidupmu.......