Empat alasan bertahan, menghindar perceraian…

Hilangnya perasaan cinta, tak berarti menjadi tanda akhir dari pernikahan. Karena faktanya, meski perasaan itu hilang, banyak pasangan yang memilih untuk tetap bertahan walau harus dijalani secara terpaksa dan penuh kepura-puraan. Menariknya, hal tersebut tak pandang bulu.

Perempuan mapan dengan wawasan luas dan berpikiran maju pun turut berada dalam golongan ini. Alasan-alasan tertentu telah mematahkan ego dari pihak yang tengah dilanda “lost love syndrome”.

1. Faktor anak

Faktor anak, seperti yang terungkap banyak kasus, memang menjadi alasan terbesar para pasangan untuk tetap bertahan. Bagaimanapun anak selalu menjadi korban atas perceraian orang tuanya.

Meski kemudian pasangan yang telah berpisah mengklaim tetap akan memberikan perhatian dan kasih sayang terbaiknya kepada anak, toh luka hati anak bukanlah sesuatu yang mudah dihapuskan.

2. Faktor pencitraan

Alasan kedua terbesar adalah faktor pencitraan. Hidup di negara Timur yang penuh dengan aturan normatif memang menjadi tantangan tersendiri bagi orang-orang yang hidup di dalamnya. Sanksi sosial kadang lebih garang daripada sanksi mana pun sehingga sang pelaku tak berdaya. Hal ini pulalah yang membuat pasangan berpikir dua kali untuk merampungkan hubungannya. Belum lagi urusan norma dalam keluarga.

3. Faktor orang tua

Faktor orang tua menjadi faktor yang turut memberatkan hati untuk melepaskan diri dari pasangan. Hilangnya sandaran ekonomi juga menjadi alasan lain bertahannya pernikahan yang jelas “ambruk”. Hal itu diungkapkan oleh 9 persen responden. Meski di zaman modern banyak wanita yang berkarier sendiri, bukan berarti peranan suami sebagai tulang punggung keluarga hilang begitu saja.

4. Faktor ekonomi

Bila terjadi perceraian, tentu akan banyak pengeluaran yang ditanggung sendiri. Karena faktor inilah, istri pun pada akhirnya bersedia mengorbankan perasaan dengan tetap melabuhkan diri dalam ikatan pernikahan.